Agresi
Meliter Belanda II, Tanggal 18 Desember 1948
Melihat situasi Republik Indonesia yang
kacau akibatnya meletus pemberontakan PKI di Madiun maka pada tanggal 18
Desember 1948, Belanda secara sepihak membatalkan persetujuan gencatan senjata
esok harinya (19 Desember 1948 dini hari) tentara Belanda langsung menyerbu
Lapangan Udara Maguwo, Yogyakarta. Serangan Belanda yang tiba-tiba berhasil
dengan gemilang sehingga pada jam 16.00 WIB seluruh Yogyajarta sudah jatuh di
tangan Belanda. Presiden dan Wakil Presiden memutuskan untuk tetap tinggal di
Ibu kota, meskipun mereka akan ditawan oleh musuh. Alasanya, supatya mereka
mudah ditemui oleh KTN dari kegiatan diplomasi dapat berjalan terus Tentara
Belanda berhasil memasuki istana keprisidenanan dan para pejabat tinggi negara
ditawan, semuanya ada 150 orang. Pagi harinya tanggal 22 Desember 1948,
Presiden Soekarno, Haji agus salim dan Sutan Syahrir diasingkan ke Berastagi,
kemudian dipindahkan ke Prapat di tepi danau Toba, Sumatera Utara. Moh.hatta,
Moh Roem, Mr. A.G Pringgodigdo, Mr.Assaat dan Komandor S. suyadayrman
diasingkan ke Montok di Pulau Bangka. Pada bulan Januari akhir, Presiden
Sukarno dan Ahji Agus salim dipindahkan ke Muntok sehingga berkumpul dengan
Moh. Hatta dan kawan-kawan.
Untuk menghindari serangan Belanda dan agar selalu
tetap bersama-sama dengan TNI, Panglima Besar jenderal Sudirman memimpin perang
gerilya dengan berpindah-pindah tempat. TNI melakukan serangan umum terhadap
kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
suharto, Komado Brigade 10 Daerah Wehrkereise III yang membawahi daerah
Yogyakarta. Serangan umum pada tanggal 1 Maret dilakukan serentak dari berbagai
jurusan kota sehingga tentara Belanda sangat terkejut dan tidak mampu menguasi
keadaan. Mulai pukul 6.00 WIB hingga 12.00 WIB, TNI berhasil menguasai
Yogyakarta. TNI walaupun hanya enam jam menduduki kota Yogyakarta, seranganya
mempunyai arti yang sangat penting yaitu:
1. Meningkatkan moral rakyat dan TNI yang sedang berjuang
2. Mematahkan moral pasukan Belanda
3. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai
kekuatan untuk menyerang dan menunjukan bahwa Indonesia masih ada atas eksis.
Dunia mengutuk agresi Belanda
dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia. Negara Indonesia Timur dan Negara
Pasundan sebagai negar boneka bentukan Belanda juga mengecam berlangsungnya
Angresi Militer Belanda II. Atas prakarsa Burma ( Myanmar) dan India maka
terselenggaralah Konferensi Asia di New Delhi, India pada tanggal 20-23 Januari
1949. konferensi dihadiri oleh beberapa negara Asia, Afrika dan Ausralia
menghasilkan resulusi mengenai masalah Indonesia yang kemudian disampaikan
kepada Dewan Keamanan PBB. Agresi Militer Belanda II juga mengundang reaksi
dari PBB karena Belanda secara terang-terangan melanggar Perjanjian Renville di
depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada
tanggal 4 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resulusi agar Republik
Indonesia dan Belanda menghentikan permusuhan. Kegagalan Belanda dalam berbagai
pertempuran dan tekanan dari dunia Internasional, terutama Amerika Serikat
memaksa Belanda kembali ke meja perundingan.
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Tgl 19
Desember 1948
Akibat agresi
Militer Belanda II, Presiden dan Wakil Presiden beserta beberapa pejabat tinggi
dapat ditawan oleh Belanda. Namun, ketika masih berlangsung Agresi Militer
Belanda II para pemimpin republic tersebut sempat sempat bersidang dan
menghasilkan tiga keputusan penting antara lain sebagai berikut:
1. Pemberian kuasa penuh kepada Syarifudin Prawiranegara untuk
membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
2. Kepada Marimis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono sedang berda di India
agar membentuk pemerintahan RI di pengasingan.
3. Presiden dan wakil Presiden RI memutuskkan tidak mengungsi, tetap
tinggal di kota dengan kemungkinann ditawan dan dekat dengan KTN.
Hasil keputusan
sidang para pemimpin RI itu segera dikirim kepada Syarifuddin Prawiranegara di
Bukittinggi, Sumatera Barat yang ditandatangani oleh Presiden sukarno dan wakil
Presiden Moh hatta. Apabila tugas itu gagal agar segera dibentuk pemerintahan
RI di pengasingan oleh tokoh Indonesia yang ada di India, yaitu Marimis, L.N
Palar, dan Dr. Sudarsono. Berita tersebut ternyata tidak pernah samapi ke
Bukittingi karena seluruh hubungan telepon keluar Yogyakarta telah diputus oleh
Belanda.
Terbentuknya PDRI
sendiri pada tanggal 19 Desember 1948 pada jam 18.00 WIB atas inisiatif Mr.
Syarifudin dan beberapa pemuka pemerintahan di Sumatera. Alasannya, mereka ikut
meras bertanggung jawab atas kelangsungan hidup republic Indonesia dan untuk
keselamatan perjuangan. Dengan terbentuknya PDRI, perjuangan masih tetap
dilaksanakan dan dikoordinir melalaui peamncar yang dilaksanakan oleh Angkatan
Udara Republik Indonesia.
Perundingan
Roem Royen tanggal 7 Mei 1949
Belanda
terus-menerus mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama Amerika
Serikat sehingga bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan antra
Indonesia dan Belanda diawasi oleh komisi PBB untuk Indonesia atau United Nations
Commision fotr Indonesia (UNCI). Perundingan akan diselenggarakan di Den Haag,
Belanda yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sebelum itu,
diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal
17 April samapi dengan 7 Mei 1948. Perundingan yang dipimpin oleh Marle Cochran
wakil Amerika serikat dalam UNCI. Delegasi Indonesia yang diketuai oleh Moh.
Roem dengan anggotanya Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof.
Supomo, dan Latuharhary. Bertindak sebagai penasihat adalah Sutan syahrir,
Ir.Laok, dan Moh Natsir. Delegasi Belanda diketuai oleh Dr. J.H. Van royen
dengan anggota Bloom, Jacob, dr. Van dr Vede, Dr. P.J Koets, Van Hoogstratendan
Dr Gieben. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Roem Royen Statement.
Pernyataan pemerintah RI dibacakan oleh ketua delegasi Indonesia, Moh Roem yang
berisi, antara lain sebagai berikut :
1. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah
penghentian perang gerilya
2. Pemerintah RI turut serta dalam konferensi meja bundar dengan
tujuan mempercepat penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat
kepada Negara Republik Indonesia serikat.
Delegasi Belanda Kemudian
membacakan pernyataan yang dibacakan oleh Dr. J.H Van Royen yang berisi antara
lain sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Ri harus bebas dan
leluasa melakukan kewajiban dalam suatu daerah yang meliputi keprisidenanan
Yogyakarta
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para
pemimpin Republik Indonesia dan Tahananpolitik lain yang ditawan sejak tanggal
19 Desember 1948.
3. Pemerintah Belanda setuju Republik Indonesia akan menjadi bagian
dari Republik Indonesia Serikat
4. Konferensi meja Bundar akan diadakan secepatnya di Den Haag
sesudah Republik Indonesia dikembalikan di Yogyakarta.
Dengan tercapinya
kesepakatan dalam prinsip-prinsip perundingan Roem-Royen, pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
untuk mengambil alih memerintah Yogyakrta dari pihak Belanda. Pihak TNI masih
menaruh kecurigaan terhadap hasil persetujuan Roem-Royen, tetapi Panglima Besar
Jenderal Sodierman memperingatkan seluruh komando kesatuan agar tidak
memikirkan maslah politik.
Pada tanggal 22 Juni 1949,
diselenggarakan perundingan segitiga antar Republik Indonesia, BFO, dan
Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan
tiga keputusan yaitu:
1. Pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakrta yang
dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
2. Pemerintah menghentikan perang gerilya.
3. KMB akan diselenggarakn di Den Haag.
Pada tanggal 1
Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakrta
disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya.
Panglima Jenderal Soedirman tiba kembali di Yogyakrta tanggal 10 Juli 1949.
Setelah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakrta, pada tanggal 13
Juli 1949 diselenggarakan sidang cabinet Republik Indonesia yang pertama. Pada
kesempatan itu Mr. Syafrudin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada wakil
presiden, Moh.Hatta. dalam sidang cabinet juga diputuskan untuk mengangkat Sri
Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua
Koordinator Keamanan. Tindak lanjut Persetujuan Roem Royen adalah:
1. Seluruh tentara Belanda harus segera dilantik di Yogyakarta
2. Setelah kota Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda,
pada tanggal 29 Juni 1949 TNI mulai memasuki kota. Keluarnya tentara Belanda
dan masuknya TNI diawasi oleh UNCI. Panglima Besatr Jenderal Sudirman beserta
para pejuang lainnya baru tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949 dengan
tandu.
3. Setelah kota Yogyakarta sepenuhnya dikuasai oleh TNI maka
Presiden dan wakil Presiden RI beserta para pemimpin lainnya pada tanggal 6 Juli
1949 kembali ke Yogyakarta dari Bangka.
4. Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera
yang dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya
kepada pemerintah pusat di Yogyakarta . penyerahan terjadi pada tanggal 13 Juli
1949, saat berlangsungnya sidang kabinet
Konferensi
Intern Indonesia 19-22 Juli 1949
Untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan langkah BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Intern Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta dengan keputusan:
Untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan langkah BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Intern Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta dengan keputusan:
1. Negara
Indonesia serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang
berdasrkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS
akan dipimpin oleh seorang presiden yang dibantu oleh menteri-menteri
3. RIS
akan menerima kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan
Belanda.
4. Angkatan
Perang RIS adalah angkatan perang nasional, Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS
5. Pertahanan
negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negar-negra bagian tidak akan
mempunyai angkatan perang sendiri.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan
di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan:
1. Bendera
RIS adalah Sang Merah Putih
2. Lagu
kebangsaan Indonesia Raya
3. Bahasa
resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4. Presiden
RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada
kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi
juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja
Bundar.
KONFERENSI
MEJA BUNDAR
Setelah Indonesia
berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam konferensi Inter-Indonesia,
kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja
Bundar (KMB). Sementara itu pada bulan Agustus 1949, Presiden Soekarno sebagai
Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda dipihak lain,
mengumumkan pemberhentian tembak-menembak. Perintah itu berlaku efektif mulai
tanggal 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah
Sumatera.pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun
delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri dari Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr.
Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja
Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai
dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO
dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda
dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949
perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut :
1. Belanda mengakui
Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
2. Penyelesaian soal
Irian Barat ditangguhkan samapi tahun berikutnya
3. RIS sebagai negara
erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai
oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
4. RIS mengembalikan
hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi
perusahaan-perusahaan.
5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS.
Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949
Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi
RIS diketuai oleh Drs. Moh Hatta dengan anggota Sultan Hamid Algadrie, Suyono
Hadinoto, Dr. Suparmo, Dr. Kusumaatmaja dan Prof Dr. Supomo berangkat ke
Belanda. Pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan
kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat. Di dua tempat:
1. Negeri
Belanda
Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Dress, dan
Menteri Seberang Lautan, A.M.J.M. Sassen menyerahakan kedaulatan kepada
pemimpin delegasi Indonesia (RIS), Drs. Moh. Hatta.
2. Jakarta
Wakil Tinggi Mahkota A.H.J Lovink menyerahkan
kedaulatan kepada wakil pemerintah RIS., Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Bersama
dengan itu, di Yogyakrta Presiden Sukarno menerima penyerahan kedaulatan
Republik Indonesia ke dalam RIS Pejabat Presiden Assaat. Dan tanggal 28 Desember 1949 pusat pemerintahan RIS dipindahkan lagi ke
Jakarta. Sebulan kemudian, yaitu pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal
Soedirman meninggal pada usia 32 tahun. Soedirman adalah pahlawan besar bagi
TNI dan rakyat Indonesia.
Peranan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
PBB turut membantu dan
berusaha menyelesaikan pertikaian persenjataan antara Indonesia dan Belanda
selama masa revolusi fisik (1945-1950). Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan
Keamanan PBB bersidang. Dalam sidang tersebut Amerika Serikat mengeluarkan
resolusi yang disetujui oleh semua negara anggota yaitu:
1. Membebaskan presiden dan wakil presiden serta pemimpin-pemimpin
Republik Indonesia yang ditangkap pada 19 Desember 1948.
2. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi
di Indonesia sejak 19 Desember 1948.
Hasil keputusan lain yang
berhasil dicapai oleh PBB diantaranya adalah :
1.
Piagam pengakuan Kedaulatan ( 27 Desember 1949 )
2.
Pembentukan RIS
3.
Pembentukan Uni Indonesia-Belanda
4.
Pembentukan tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan ke dalam APRIS.
5.
Piagam tentang kewarganegaraan
6.
Persetujuan ekonomi keuangan
7.
Masalah irian Barat akan dibicarakan setahun kemudian
Dengan pengakuan
kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, maka berakhirlah masa revolusi bersenjata
di Indonesia dan secara de jure pihak Belanda telah mengakui kemerdekaan
Indonesia dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun atas
kesepakatn rakyat Indonesia maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan
dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selanjutnya pada
tanggal 28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota PBB yang ke 60. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi diakui oleh dunia
Internasional.
Kembali Ke NKRI (Negara kesatuan Republik Indonesia )
Hasi persetujuan
dalam KMB berakhir pada tanggal 2 November 1949 adalah dibentuknya satu negara
federal Indonesia yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari
Negara-negara bagian diantaranya Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur,
Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Indonesia Timurdan 9 satuan kenegaraan yang berdiri sendiri yaitu Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Bangka, Belitung, Riau, Jawa Tengah.
Namun, dalam
Kabinet RIS hanya dua orang yang mendukung sistem federal di Indonesia (yaitu
Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung), sisanya (seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Arnold Manuhutu, dan lain-lain) lebih mendukung sistem NKRI.
Dengan demian, maka keinginan untuk membubarkan RIS dan membentuk NKRI semakin
kuat
Dasar pembentukan negara
federal di Indonesia sangat lemah dan tidak didukung oleh suatu ikatan ideology
yang kuat, dengan tujuan kenegaraan yang tidak jelas dan tanpa dukungan rakyat
banyak. Eksistensinya sangat tergantung pada kekuatan militer Belanda yang
terdiri dari Koninklijk Leger (KL) atau tentara Kerajaan Belanda dan Koninklijk
Nederland Indisch Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda.
Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan
persetujuan antara RIS dengan RI untuk mempersiapkan prosedur pembentukan
negara kesatuan. Pihak RIS diwakili oleh pPerdana Menteri Moh. Hatta dan pihak
RI diwakili oleh dr. Abdul Halim. Menurut persetujuan itu, Negar Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) akan dibentuk oleh RIS bersama-sama dengan RI di
Yogyakrta. Untuk pelaksanaan dibentuk panitia gabungan RIS dan RI yang bertugas
merancang Undang-Undang Negara Kesatuan yang dipimpin oleh Prof. Soepomo dan
pada tanggal 20 Juli 1950 berhasil menyelesaikan tugasnya. Rancangan
Undang-Undang Negara Kesatuan diserahkan kepada dewan-dewan perwakilan negar
bagian untuk disempurnakan. Undang-Undang
Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung unsur-unsur dari UUD 1945 dan UUD
RIS. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1950, rancangan Undang-Undang Dasar Negar
Kesatuan Republik Indonesia diterima dengan baik oleh senat dan parlemen RIS
serta KNIP.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden
Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang Dasar menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kemudian dikenal dengan
UUDS 1950. pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan resmi RIS dibubarkan dan
dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan UUDS 1950
sebagai konstitusinya. Namun demikian, sebagain besar rakyat Indonesia percaya
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat ini merupakan kelanjutan dari
Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
21- Terbentuknya Republik
Indonesia Serikat (RIS)
Pada tanggal 29
Oktober 1949 dapat ditandatangani Piagam Persetujuan Konstitusi RIS. Piagam
persetujuan konferensi RIS antara Republik Indonesia dengan BFO. Hasil
keputusan KMB diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya KNIP
bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil-hasil itu.
Pembahasan hasil KMB oleh pihak KNIP dilakukan melalui pemungutan suara dengan
KNIP menerima hasil KMB.
Salah satu keputusan KMB di Den Haag
Belanda adalah Indonesia menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia
serikat. Untuk menjadi RIS tersebut, KNIP dan DPR mengadakan sidang di Jakarta.
Sidang tersebut berhasil menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal
sebagai UUD RIS.
Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan
sidang pemilihan Presiden RIS di Gedung Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari
enam belas negara bagian. Sidang itu dipimpin oleh Muh. Roem dan anak Agung
Gede Agung. pada tanggal 14 Desember 1949 para wakil pemerintah yang menjadi
bagian dari RIS.
Pada tanggal 14
Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir.
Soekarno. Akhirnya, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden, kemudian dilantik
dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949.
Tanggal 17
Desember 1949 diadakan upacara pelantikan Presiden RIS di Bangsal Sitinggil,
Keraton Yogyakarta. Drs Moh. Hatta menjadi perdana menteri yang akan memimpin
kabinet RIS. Berdasarkan UUD RIS maka DPR RIS terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara yang disebut senat. Kekuasaan pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri. Presiden hanya mempunyai wewengang untuk
mengesahkan hasil keputusan cabinet yang dipimpinoleh perdana menteri.
22- Konflik Indonesia –
Belanda Setelah Pengakuan Kedaulatan
Meskipun wilayah-wilayah negara
Indonesia sempat dijadikan negra boneka bentukan Belanda telah kembalinya ke
pengakuan negara kesatuan, tetapi wilayah RI belum sepenuhnya utuh karena Irian
Barat masih dikuasi oleh Belanda. Untu itu, pemerintah RI berupaya untuk
merebut kembali Irian Barat. Cara yang ditempuh yaitu
melalui :
Perjuangan Diplomasi
Pasal 2 ayat 1 Piagam
penyerahan Kedaulatan tentang wilayah Irian (Niuew-Guinea) dalam status quo.
Untuk sementara sambil berjalan dalam waktu satu tahun setelah tanggal
penyerahan kedaulatan kepada RIS akan diselesaikan dengan cara perundingan.
Namun, Belanda mulai mengingkari hasil KMB tersebut khususnya masalah irian
Barat. Bangsa Indonesia dengan diplomasi dan kekuatan militer yang ada merebut
wilayah Irian barat yang dikuasai Belanda.
Upaya
diplomasi untuk mengembalikan Irian ke Pangkuan RI yaitu:
1.
Perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda, tetapi usaha itu mengalami
kegagalan
2. Sejak
tahun 1954, pemerintah Republik Indonesia mengajukan masalah Irian Barat ke
Sidang Umum PBB, Indonesia berulang kali mengajukan masalah tersebut, tetapi
tidak pernah memperoleh tanggapan yang positif.
3.
Pada tahun 1955, Indonesia berusaha mengajukan masalah tersebut dalam
Konferensi Asia Afrika di Bandung, tetapi Belanda juga tidak menghiraukan
Perjuangan Konfrontasi
Dalam rangka pembebasan
Irian Barat itulah pada tahun 1957 dilakukan aksi sebagai berikut di seluruh
Indonesia:
1.
Pada tanggal 18 November 1957, diadakan rapat umum di Jakrta. Rapat umum itu
kemudian dilanjutkan dengan aksi mogok para buruh yang bekerja pada perusahaan
milik Belanda di Indonesia. Aksi mogok tersebut dimulai dilakukan pada tanggal
2 Desember 1957.
2. Pesawat terbang milik maskapai penerbangan Belanda (KLM)
dilarang mendarat dan terbang diatas wilayah Indonesia
3. Aksi pengambil alihan modal perusahaan milik Belanda di
Indonesia, misalnya Bank Escompto diambil Alih oleh Pemerintah RI pada tanggal
9 Desember 1957 dan Netherlandsch Handel Matchappij N.V. Juga diambil Alih
(perusahaan tersebut diubah namanya menjadi Bank Dagang Negara).
4. Percetakan De Unie juga tidak luput dari Usaha pengambil
alihan perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang datur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958.
Tanggal
19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengeluarkan Trikomando Rakyat (Trikora) yang berisi hal-hal berikut :
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan
kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah
air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan
kemerdekaan dari kesatuan tanah air Indonesia.
Dalam rangka pembebasan
Irian Barat maka dibentuklah komando operasi militer yang di beri nama Komando
Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962. sebagai komandonya
adalah Meyjen Suharto. Wakil Panglima I Kolonel Laut Subono., wakil panglima
Komado II: Kolonel Laut Leo Wattimena dan Kepala Staff Gabungan Kolonel Ahmad
Tahir.
Komado Mandala merencanakan
Operasi-operasi pembebasan Irian Barat ada tiga fase, yaitu:
1. Fase Infiltrasi: samapi akhir 1962 berusaha memasukan 10
kompi ke sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de
facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah
dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk
membebaskan Irian barat.
2. Fase Eksploitasi: mulai awal 1963. Operasi direncanakan
mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos
pertahanann musuh yang penting.
3. Fase konsolidasi: awal tahun 1964.
rencana penegakan RI secara mutlak di Irian Barat. Dalam pertempuran di Laut
Arafuru, tanggal 15 Januari 1962 Komondor Yos Sudarso dan Kapten wiranto gugur.
Sebelum kapal RI macan tutul tenggelam, melalaui radio, telpon Komondor Yos
Sudarso masih sempat mengkomandokan Combat Messege (kobarkan Semangat
Perjuangan)
- Penentuan Pendapat Rakyat
Pemberontakan Darul Islam/
Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
1.
DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan
Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan
tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan
Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan
dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar
Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan
Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman
mati 16 Agustus 1962.
2.
DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa
Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin
oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan
Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat
sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara
Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando
Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen
dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz
Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan
pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng
Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena
pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah
Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh
Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat
dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional
dilancarkan operasi Banteng Raiders.
3.
DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain
masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan
modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan
DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang
pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari
Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di
Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata
dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
4.
DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan
Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke
masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut
Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu
ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas
militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke
Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil
Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya
melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan
pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam
Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7
Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh
pasukan TNI.
Pemberontakan Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA) 23 Januari 1950
Pada
bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah
mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan
adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat.
APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan
dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak
ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA
melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas.
Ternyata dalang
gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya
di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang
sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo,
dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana
tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang
kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950.
Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Pemberontakan Andi Aziz di
Makasar
Adapun
faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab
atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan
Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April
1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,
pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan
harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh
pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26
April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah
Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis
dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pemberontakan Republik
Maluku Selatan (RMS)
Pada
tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku
Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung
Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan
Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku
Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus
Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS
menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah
pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran
memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur.
Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian
utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil
berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah
Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta ( PRRI-Permesta)
Pemberontakan
PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di
Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel
Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin
Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel
Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang
bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang
diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya
mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan
di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden.
Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan
bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta.
Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual,
Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel
Saleh Lahade.
Untuk menumpas
pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas
unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol
Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota.
Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin
oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April
1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran
Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh
Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5. Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan
operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto
Hendraningrat, yang terdiri dari :
- Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
- Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
- Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
- Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia ( PKI ) di Madiun
-Strategi
Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/Pki, Di/Tii, G 30 S/Pki, Dan
Konflik-Konflik Internal Lainnya
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, berarti Indonesia
mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Akan tetapi, ada beberapa golongan yang
tidak setuju dengan sistem pemerintahan tersebut. Sehingga mereka melakukan
pemberontakan. Tahukah kamu pemberontakan apa saja yang terjadi di Indonesia?
Anak-anak, tentunya di dalam keluargamu terdapat aturan-aturan yang telah
disepakati oleh seluruh anggota keluarga. Apabila aturan-aturan itu ditaati
maka tujuan keluarga akan dapat tercapai. Namun apabila ada anggota keluarga
yang tidak menaati bahkan menentang maka tujuan yang diinginkan keluargamu
sulit terwujud. Oleh karena itu orang tua sebagai penanggung jawab terwujudnya
tujuan keluarga tentunya bersikap tegas dalam menghadapi anggota keluarga yang
melanggar aturanaturan keluarga. Sikap tegas ini dapat berupa sanksi dari yang
ringan sampai dalam bentuk hukuman. Begitu pula Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang kita cintai ini pada waktu mendapat rongrongan dari dalam
(bangsa Indonesia sendiri) seperti Peristiwa Madiun/PKI, DI /TII, G 30 S /PKI
dan konflik-konflik internal lainnya maka pemerintah bersikap tegas untuk
mengatasinya dengan berbagai strategi. Bagaimana strategi nasional dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut akan kita pelajari dalam bab ini.
A*Peristiwa Madiun/PKI dan Cara yang Dilakukan Pemerintah dalam Penanggulangannya
Pada waktu bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda dengan perjuangan
bersenjata maupun diplomasi setelah kemerdekaan, bangsa kita harus menghadapi
pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan yang terjadi pada tahun 1948 ini
merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika sedang berjuang
melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Para pemimpin pemberontakan ini di antaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso.
Amir Syarifudin adalah mantan Perdana Menteri dan menandatangani Perjanjian
Renville. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan pemberontakan di
Madiun. Sedangkan Musso adalah Tokoh PKI yang pernah gagal melakukan
pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal
ia melarikan diri ke luar negeri. Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung
dengan Amir Syarifuddin untuk mengadakan propaganda-propaganda anti pemerintah
di bawah pimpinan Sukarno-Hatta.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini
didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Kelompok ini seringkali
melakukan aksi-aksinyaantaralain:
(1)
melancarkanpropagandaantipemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan
kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu
Klaten.
(3) melakukan pembunuhan-pembunuhan
misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi
LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September
1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Aksi pengacauan di Solo yang dilakukan
PKI ini selanjutnya meluas dan mencapai puncaknya pada tanggal 18 September
1948. PKI berhasil menguasai Madiun dan sekitarnya seperti Blora, Rembang,
Pati, Kudus, Purwadadi, Ponorogo, dan Trenggalek. PKI mengumumkan berdirinya
“Soviet Republik Indonesia.” Setelah menguasai Madiun para pemberontak
melakukan penyiksaan dan pembunuhan besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah,
para perwira TNI dan polisi, pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan
tokoh-tokoh masyarakat banyak yang menjadi korban keganasan PKI. Pemberontakan
PKI di Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintah RI yang berdasarkan
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang akan diganti dengan pemerintahan yang berdasar
paham komunis. Kekejaman PKI ketika melakukan pemberontakan pada tanggal 18
September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Oleh
Karena itu pemerintah bersama rakyat
segera mengambil tindakan tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam usaha
mengatasi keadaan, Pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur
Militer Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya, yang meliputi Semarang, Pati,
dan Madiun. Panglima Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel
Gatot Soebroto di Jawa Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar
mengerahkan kekuatan kekuatan TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak.
Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi
penumpasan diserahkan kepada Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar
Komando Jawa (MBKD). Walaupun dalam operasi penumpasan PKI Madiun ini
menghadapi kesulitan karena sebagian besar pasukan TNI menjaga garis demarkasi
menghadapi Belanda, dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum
Divisi III Siliwangi dan brigade Surachmad dari Jawa Timur serta
kesatuan-kesatuan lainnya yang setia kepada negara Indonesia maka pemberontak
dapat ditumpas. Pada tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat
direbut kembali oleh TNI. Musso yang melarikan diri ke luar kota dapat dikejar
dan ditembak TNI. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe,
Grobogan, daerah Puwadadi dan dihukum mati. Akhirnya pemberontakan PKI di
Madiun dapat dipadamkan meskipun banyak memakan korban dan melemahkan kekuatan
pertahanan RI.
B*Peristiwa DI/TII dan Cara yang
Dilakukan Oleh Pemerintah dalam Penanggulangannya
1. Pemberontakan DI / TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu
desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul
Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan
ini dibentuk pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yang
berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka melaksanakan ketentuan
dalam Perundingan Renville. Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan
DI/TII ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar rumah-rumah
rakyat, membongkar rel kereta api, menyiksa dan merampok harta benda penduduk.
Akan tetapi setelah pasukan Siliwangi mengadakan long march kembali ke Jawa
Barat, gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi. Usaha
untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan
oleh beberapa faktor, yakni :
(1) medannya berupa daerah
pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya,
(2)pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak
dengan leluasa di kalangan rakyat,
(3)pasukan DI /TII mendapat bantuan
dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan
dan para pendukung negara Pasundan,
(4)suasana politik yang tidak stabil
dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha
pemulihan keamanan.
Selanjutnya dalam menghadapi aksi
DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolan ini. Pada
tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis” dan
operasi “Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 SM. Kartosuwiryo beserta para
pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha”
di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian SM. Kartosuwiryo oleh
Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/ TII di
Jawa Barat dapat dipadamkan.
2. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di
Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi
oleh DI/ TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah
yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. dan Moh. Mahfudh Abdul
Rachman (Kiai Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari
1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara”
(GBN) di bawah Letnan Kolonel Sarbini (selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M.
Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani). Gerakan operasi ini dengan
pasukan “Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan
yang merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam
(AUI)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai
“Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan
waktu kurang lebih tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di
daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung
dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini
pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon
pemberontak terrsebut dapat dihancurkan dan sisa- sisanya melarikan diri ke
Jawa Barat dan ke daerah GBN.
3. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Gerombolan DI/ TII juga melakukan
pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab
timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena
status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan
di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh
yang waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh
merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM.
Kartosuwiryo. Dalam menghadapi pemberontakan DI/ TII di Aceh ini semula
pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M.
Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember
1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan
tokohtokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/ TII di Aceh dapat
dipadamkan.
4. Pemberontakan DI / TII di Sulawesi
Selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul
pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April
1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung
dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS
(APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan kepada
Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal
17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan
melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Untuk menghadapi
pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan operasi
militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan
ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.
5. Pemberontakan DI /TII di Kalimantan
Selatan
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga
melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar.
Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pospos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan
pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah
menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya
pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar
beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan.
C*Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, dan
Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan ideologi Pancasila menghadapi berbagai tantangan besar sejak tahun 1959,
ketika Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan
sosial politik yang menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas karena
antarpartai politik saling mencurigai, antara partai politik dengan ABRI serta
antara keduanya dengan Presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut
pengaruh atau mendominasi. Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi
ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip
Nasakom yang diterapkan waktu itu memberi peluang kepada PKI dan organisasi
pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Dalam memanfaatkan peluang tersebut
PKI menyatakan sebagai partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dengan
janji-janji seperti kenaikan gaji atau upah, pembagian tanah dan sebagainya.
Oleh karena itu PKI banyak mendapatkan pengaruh dari para petani, buruh kecil
atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa,
dosen, intelektual, dan para perwira ABRI. Kondisi politik dan ekonomi yang
semakin tegang berdampak pada sosial budaya masyarakat. PKI dan para
pendukungnya yang semakin mendapat pengaruh sering mengancam dan melakukan
tindak kekerasan lainnya. Hal ini seperti yang dialami oleh para pemuda yang
tergabung dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Ketika sedang
melakukan pelatihan di Kanigoro Kediri Jawa Timur pada bulan Januari 1965, para
pendukung PKI menyerbu peserta pelatihan. Tindakan serupa juga dilakukan
terhadap umat Hindu di Bali yang sedang melakukan kegiatan keagamaan. Tindakan
PKI ini akhirnya juga dibalas oleh para kelompok yang anti PKI sehingga
masyarakat menjadi semakin resah karena seringkali terjadi pertikaian fisik.
Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas terhadap
kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang sosial budaya semua
organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah. Para seniman yang
tergabung dalam kelompok Maniesto Kebudayaan (Manikebu) dibubarkan oleh
pemerintah pada bulan Mei 1964. Badan Pendukung Sukarno (BPS) juga dibubarkan
oleh pemerintah pada bulan Desember 1964 karena menentang PKI.
D*Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara
Penumpasannya
Tantangan yang dihadapi NKRI ketika
Demokrasi Terpimpin dilaksanakan dan munculnya krisis ekonomi nasional
merupakan peluang paham komunis untuk berkembang. Prinsip Nasakom yang
dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan kepada PKI dan organisasi
pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan
serta kondisi sosial politik yang penuh dengan gejolak pada awal tahun 1960-an
maka PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Sebelum
melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan
yang luas di antaranya sebagai berikut.
(1) PKI menyatakan dirinya sebagai
pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji
dan upah buruh, pembagian tanah dengan
adil, dan sebagainya.
(2) Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan
“Aksi Sepihak” terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara.
(3) PKI juga mencari pendukung dari
berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai
rendahan baik sipil maupun militer,
seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan
para perwira ABRI.
(4) Pengaruh PKI yang besar dalam
bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan
pemerintah. Misalnya, semua organisasi
yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah.
Manifesto Kebudayaan (Manikebu),
sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada
bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar
negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni
dengan terbentuknya Poros
Jakarta-Peking.
(5) Memasuki tahun 1965 PKI melempar
desas-desus adanya “Dewan Jenderal” dari dalam tubuh
Angkatan Darat. Menurut PKI bahwa Dewan
Jenderal ini akan mengambil alih kekuasaan secara
paksa dengan bantuan Amerika Serikat.
Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat, sebaliknya PKI
yang akan melakukan perebutan
kekuasaan.
Puncak ketegangan politik terjadi
secara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1
Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira
Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan
dirinya sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan
dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
a. Letnan Jenderal Ahmad Yani.
b. Mayor Jenderal R. Suprapto.
c. Mayor Jenderal Haryono MT.
d. Mayor Jenderal S. Parman.
e. Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
f. Brigadir Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo.
g. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
Dalam peristiwa tersebut Jenderal Abdul
Haris Nasution yang menjabat sebagai Menteri Kompartemen Hankam/ Kepala Staf
Angkatan Darat berhasil meloloskan diri dari pembunuhan akan tetapi putri
beliau, Irma Suryani Nasution tewas akibat tembakan para penculik. Letnan Satu
Pierre Andreas Tendean, ajudan Jenderal Nasution juga tewas dalam peristiwa
tersebut. Selain itu Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Wakil
Perdana Menteri II Dr. J. Leimena juga menjadi korban keganasan PKI. Peristiwa
pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan gugurnya
dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel
Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “
telah menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di
Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka
Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul 07.20 dan diulang pada pukul 08.15
disiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa
gerakan ditujukan kepada jenderal- jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan
mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Dengan pengumuman ini maka masyarakat
menjadi bingung.
Menghadapi situasi politik yang panas
tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan
meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor
Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD)
mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai
Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat.
Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo,
panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30
September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
(1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi
untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar
pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20
menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor
Jenderal Soeharto selaku pimpinan
sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang
isinya sebagai berikut.
(a) Adanya usaha usaha perebutan
kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi
Angkatan Darat.
(c ) Presiden dan Menko Hankam/Kasab
dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap
tenang dan waspada.
(2) Menjelang sore hari pada tanggal 2
Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD
yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi
Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa
tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar
bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30
September.
(3) Dalam operasi pembersihan di
kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas
petunjuk seorang anggota polisi, Ajun
Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para
perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI
tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.
Ketika gerakan 30 September ini menyadari
tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan bersenjata
lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September termasuk
pemimpin PKI D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian masyarakat
semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya melakukan
pengkhianatan terhadap negara ini.
Sejarah
terjadinya uang
Pada mulanya masyarakat tidak mengenal uang dan
tidak mengadakan tukar menukar barang, mereka berusaha menghasilkan sendiri
barang yang dibutuhkannya.
Kemudian keadaan berubah, kebutuhan tidak lagi dipenuhi dari hasil
usaha sendiri, saat itulah mulai dilakukan tukar menukar barang (disebut barter)
Misalnya:
- sebakul beras ditukar dengan
seekor ayam
- bahan makanan ditukar dengan
baju,
Akan tetapi terdapat
kelemahan/kesulitan dalam sistem barter
(barang ditukar dengan barang) diantaranya:
1. Sulit menemukan orang-orang
yang secara langsung saling membutuhkan barang-barang yang dibutuhkan.
2. Mengalami kesulitan mengukur
nilai masing-masing barang yang akan dipertukarkan, misalnya berapa nilai
seekor ayam dan berapa nilai sekarung beras
3. Mengalami kesulitan mengukur nilai objektif. Misalnya, berapa ekor ayam
yang harus disediakan agar dapat dipertukarkan dengan sebakul beras.
Akhirnya setelah jaman
semakin maju ditemukan UANG sebagai alat pembayaran. Bahan-bahan yang dibuat
sebagai uang beragam seperti logam, emas, perak, kertas dan lain lain.
Sekarang kita
banyak menjumpai UANG yang dibuat dari bahan kertas, dan setiap negara memiliki
uang sendiri yang berlaku di negara tersebut.
Sumber : ftp://118.98.160.75/bahan_belajar_siswa/smp/
Konflik Indonesia
– Belanda Memperebutkan Irian Barat
Meskipun
wilayah-wilayah negara Indonesia sempat dijadikan negra boneka bentukan Belanda
telah kembalinya ke pengakuan negara kesatuan, tetapi wilayah RI belum
sepenuhnya utuh karena Irian Barat masih dikuasi oleh Belanda. Untu itu,
pemerintah RI berupaya untuk merebut kembali Irian Barat. Cara yang ditempuh
yaitu melalui :
- Perjuangan Diplomasi
Pasal 2 ayat 1 Piagam penyerahan Kedaulatan tentang
wilayah Irian (Niuew-Guinea) dalam status quo. Untuk sementara sambil berjalan
dalam waktu satu tahun setelah tanggal penyerahan kedaulatan kepada RIS akan
diselesaikan dengan cara perundingan. Namun, Belanda mulai mengingkari hasil
KMB tersebut khususnya masalah irian Barat. Bangsa Indonesia dengan diplomasi
dan kekuatan militer yang ada merebut wilayah Irian barat yang dikuasai
Belanda.
Upaya diplomasi untuk
mengembalikan Irian ke Pangkuan RI yaitu:
1. Perundingan bilateral antara
Indonesia dan Belanda, tetapi usaha itu mengalami kegagalan
2. Sejak tahun 1954,
pemerintah Republik Indonesia mengajukan masalah Irian Barat ke Sidang Umum
PBB, Indonesia berulang kali mengajukan masalah tersebut, tetapi tidak pernah
memperoleh tanggapan yang positif.
3. Pada tahun 1955, Indonesia berusaha
mengajukan masalah tersebut dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, tetapi Belanda
juga tidak menghiraukan
- Konfrontasi Ekonomi
Dalam rangka pembebasan Irian Barat itulah pada
tahun 1957 dilakukan aksi sebagai berikut di seluruh Indonesia:
1. Pada tanggal 18
November 1957, diadakan rapat umum di Jakrta. Rapat umum itu kemudian dilanjutkan
dengan aksi mogok para buruh yang bekerja pada perusahaan milik Belanda di
Indonesia. Aksi mogok tersebut dimulai dilakukan pada tanggal 2 Desember 1957.
2. Pesawat terbang milik maskapai
penerbangan Belanda (KLM) dilarang mendarat dan terbang diatas wilayah
Indonesia
3. Aksi pengambil alihan modal
perusahaan milik Belanda di Indonesia, misalnya Bank Escompto diambil Alih oleh
Pemerintah RI pada tanggal 9 Desember 1957 dan Netherlandsch Handel Matchappij
N.V. Juga diambil Alih (perusahaan tersebut diubah namanya menjadi Bank Dagang
Negara).
4. Percetakan De Unie juga tidak
luput dari Usaha pengambil alihan perusahaan-perusahaan milik Belanda di
Indonesia, yang datur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958.
Tanggal 19 Desember 1961, Presiden
Sukarno mengeluarkan Trikomando Rakyat (Trikora)
yang berisi hal-hal berikut :
1. Gagalkan pembentukan negara
boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang
Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk
mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dari kesatuan tanah air Indonesia.
Dalam rangka pembebasan Irian Barat maka
dibentuklah komando operasi militer yang di beri nama Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962. sebagai komandonya adalah
Meyjen Suharto. Wakil Panglima I Kolonel Laut Subono., wakil panglima Komado
II: Kolonel Laut Leo Wattimena dan Kepala Staff Gabungan Kolonel Ahmad Tahir.
Komado Mandala merencanakan Operasi-operasi
pembebasan Irian Barat ada tiga fase, yaitu:
1. Fase Infiltrasi:
samapi akhir 1962 berusaha memasukan 10 kompi ke sekitar sasaran-sasaran
tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus
dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat
dalam perjuangan fisik untuk membebaskan Irian barat.
2. Fase Eksploitasi:
mulai awal 1963. Operasi direncanakan mengadakan serangan terbuka terhadap
induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanann musuh yang penting.
3. Fase konsolidasi:
awal tahun 1964. rencana penegakan RI secara mutlak di Irian Barat. Dalam
pertempuran di Laut Arafuru, tanggal 15 Januari 1962 Komondor Yos Sudarso dan
Kapten wiranto gugur. Sebelum kapal RI macan tutul tenggelam, melalaui radio,
telpon Komondor Yos Sudarso masih sempat mengkomandokan Combat Messege
(kobarkan Semangat Perjuangan)
- Penentuan Pendapat Rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar